Kamis, 08 Desember 2016

LOGIKA MATEMATIKA


LOGIKA MATEMATIKA

A.     PERNYATAAN (KALIMAT TERTUTUP DAN KALIMAT TERBUKA)
1.     Pernyataan
Pernyataan atau kalimat tertutup adalah suatu kalimat yang mempunyai nilai benar saja atau salah saja, tidak sekaligus bernilai benar dan salah. Suatu pernyataan biasanya dinotasikan dengan huruf kecil, seperti p, q, r, s, dan sebagainya

Contoh Pernyataan:
a.     Sembilan adalah bilangan ganjil       
pernyataan, karena dapat ditentukan nilai kebenarannya yaitu pernyataan bernilai benar
b.    1 + 1 = 11   
pernyataan, karena dapat ditentukan nilai kebenarannya yaitu pernyataan bernilai salah
c.     Ibukota Indonesia adalah Yogyakarta
pernyataan, karena dapat ditentukan nilai kebenarannya yaitu pernyataan bernilai salah

Contoh Bukan Pernyataan:
a.     Jarak antara jakarta dan tangerang adalah dekat
Bukan pernyataan, karena dekat bernilai relatif sehingga pernyataan tidak dapat ditentukan nilai kebenarannya
b.    Ani adalah gadis yang cantik
Bukan pernyataan, karena cantik bernilai relatif sehingga pernyataan tidak dapat ditentukan nilai kebenarannya
c.     x + 5 = 15
Bukan pernyataan, karena nilai x belum diketahui, sehingga pernyataan tidak dapat ditentukan nilai kebenarannya

2.     Nilai Kebenaran Dari Suatu Pernyataan
Nilai Benar atau Nilai Salah dari suatu pernyataan disebut Nilai Kebenaran.
Nilai kebenaran dari suatu pernyataan dinotasikan dengan huruf Yunani, yaitu:
(dibaca tau) yang berasal dari bahasa asing truth berarti kebenaran.


Suatu pernyataan yang benar memiliki nilai B (benar), sedangkan suatu pernyataan yang salah memiliki nilai kebanaran S (salah).







3.     Ingkaran (Negasi) Dari Suatu Pernyataan
Ingkaran (Negasi) dari suatu pernyataan adalah suatu pernyataan baru yang diperoleh dari pernyataan semula sedemikian sehingga jika pernyataan semula bernilai benar, maka ingkarannya bernilai salah, dan jika pernyataan semula bernilai salah, maka ingkarannya bernilai benar. Ingkaran dari pernyataan p dinotasikan dengan ~p

Contoh:
a.    p   : 3 lebih dari 1
~p : tidak benar 3 lebih dari 1
b.    p   : pada siswa SMU 1 yang mengikuti olimpiade matematika
~p : tidak ada siswa SMU 1 yang mengikuti olimpiade matematika
~p : semua siswa SMU 1 tidak mengikuti olimpiade matematika
c.    p   : semua orang beragama
~p : tidak semua orang beragama
~p : ada orang yang tidak beragama

4.    Kalimat Terbuka
Kalimat terbuka adalah suatu kalimat yang belum dapat ditentukan nilai kebenarnnya (benar atau salah) karena mengandung variabel.
Seuatu kalimat terbuka dengan variabel x dilambangkan oleh p(x), q(x), r(x), dan sebagainya.
 

B.     Pernyataan Berkuantor
Kuantor artinya pengukur kuantitas atau jumlah, sehingga pernyataan berkuantor adalah pernyataan yang memuat ukuran kuantitas atau jumlah, seperti kata semua, seluruh, setiap, tanpa kecuali, ada, beberapa, dan sebagainya.
Kuantor dibagi menjadi dua bagian, yaitu kuantor universal, dan kuantor eksistensial.

Kuantor Universal 
Contohnya semua, untuk  setiap, untuk tiap-tiap, seluruh, atau tanpa kecuali.
Kuantor eksistensial 
contohnya ada, beberapa, terdapat, atau sekurang-kurangnya satu.

Contoh Ingkaran pernyataan berkuantor:
1.    p   : semua orang asing berkulit putih
~p : tidak benar bahwa semua orang asing berkulit putih
~p : ada orang asing yang tidak berkulit putih
~p : beberapa orang asing tidak berkulit putih
2.    p   : ada laki-laki yang tidak berkumis
~p : tidak benar bahwa ada laki-laki yang tidak berkumis
~p : semua laki-laki berkumis

C.    Pernyataan Majemuk, Bentuk Ekuivalen, dan Ingkarannya
Pernyataan majemuk adalah sautu pernyataan yang dibentuk dari beberapa pernyataan tunggal dengan menggunakan kata penghubung logika, seperti: dan, atau, sehingga, jika.... maka...., .... jika dan hanya jika...., meskipun, tetapi.

1.    Konjungsi
Konjungsi adalah pernyataan majemuk yang dibentuk dari dua pernyataan tunggal dengan menggunakan kata hubung “dan”,







2.    Disjungsi
Disjungsi adalah pernyataan majemuk yang dibentuk dari dua pernyataan tunggal dengan menggunakan kata hubung “atau”.



3.    Implikasi
Implikasi adalah pernyataan majemuk yang dibentuk dari dua pernyatan tunggal dengan menggunakan kata hubung “Jika .... Maka....”.


4.    Biimplikasi
Biimplikasi adalah pernyataan majemuk yang dibentuk dari dua pernyatan tunggal dengan menggunakan kata hubung “Jika  dan hanya jika”














5.    Tautologi dan kontradiksi
Tautologi adalah pernyataan majemuk yang selalu benar untuk semua kemungkinan nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan komponennya. Sebuah tautologi yang memuat pernyataan implikasi disebut implikasi logis.
Kontradiksi adalah pernyataan majemuk yang selalu salah untuk semua kemungkinan nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan komponennnya
















6.    Bentuk Ekuivalen Pernyataan Majemuk
Dua pernyataan mejamuk dikatakan ekuivalen  jika kedua pernyataan majemuk itu mempunyai nilai kebenaran yang sama.
Berikut ini adalah beberapa pernyataan majemuk yang ekuivalen:

7.       Ingkaran suatu pernyataan Majemuk

b.        Konvers, Invers, dan Kontraposisi

c.         Penarikan kesimpulan



PENDEKATAN KETERAMPILAN METAKOGNIF DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

PENDEKATAN KETERAMPILAN METAKOGNIF 
DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Wahyu Widayat
SMAN 13 Kab. Tangerang

Pandangan umum yang masih dianut oleh sebagian guru dan masih banyak berlaku sampai dengan sekarang adalah bahwa dalam proses belajar mengajar, pengetahuan dialihkan dari guru kepada siswa, sehingga guru lebih aktif dalam menyampaikan informasi (dengan ceramah), sedangkan siswa hanya mendengar dan mencatat. Dalam hal ini peranan guru hanya sebatas mengkomunikasikan pengetahuan kepada siswa, di mana siswa pasif untuk menerima apa yang disajikan oleh gurunya, sehingga menyebabkan proses penyampaian pengetahuan terjadi hanya satu arah yaitu dari guru kepada siswa. Peranan guru berdasarkan pandangan tersebut akan mengakibatkan aktivitas berpikir siswa dalam proses belajar menjadi kurang dan tidak dilatih secara optimal, sehingga berakhir dengan sebuah kegagalan dalam melahirkan siswa yang mandiri dalam belajar, dan kreatif dalam menghadapi suatu permasalahan.
Berpikir adalah aktifitas mencurahkan daya pikir untuk maksud tertentu. Berpikir adalah identitas yang memisahkan status kemanusiaan manusia dengan lainnya. Karenanya sejauhmana manusia pantas disebut manusia dapat dibedakan dengan sejauhmana pula ia menggunakan pikirannya. Dalam dunia pendidikan berpikir merupakan bagian dari ranah kognitif, dimana dalam hirarki Bloom terdiri dari tingkatan-tingkatan. Bloom mengkalisifikan ranah kognitif ke dalam enam tingkatan: (1) pengetahuan (knowledge); (2) pemahaman (comprehension); (3) penerapan (application); (4) mengalisis (analysis); (5) mensintesakan (synthesis); dan (6) menilai (evaluation). Keenam tingkatan ini merupakan rangkaian tingkatan berpikir manusia. Berdasarkan tingkatan tersebut, maka dapat diketahui bahwa berpikir untuk mengetahui merupakan tingkatan berpikir yang paling bawah (lower) sedangkan tingkatan berpikir paling tertinggi (higher) adalah menilai.
Berpikir tingkat tinggi membutuhkan berbagai langkah-langkah pembelajaran dan pengajaran yang berbeda dengan hanya sekedar mempelajari fakta dan konsep semata. Dalam berpikir tingkat tinggi meliputi aktivitas pembelajaran terhadap keterampilan dalam memutuskan hal-hal yang bersifat kompleks semisal berpikir kritis dan berpikir dalam memecahkan masalah. Meski memang berpikir tingkat tinggi sulit untuk dipelajari dan diajarkan, namun kegunaannya sudah tidak diragukan lagi.
Ada tiga jenis utama intelijen dan kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu:
1.      Berpikir analisis
Berpikir analisis disebut juga berpikir kritis. Ciri khusus berpikir analisis adalah melibatkan proses berpikir logis dan penalaran termasuk keterampilan seperti perbandingan, klasifikasi, pengurutan, penyebab/efek, pola, anyaman, analogi, penalaran deduktif dan induktif, peramalan, perencanaan, hyphothesizing, dan critiquing.
2.      Berpikir kreatif
Berpikir kreatif adalah proses berpikir yang melibatkan menciptakan sesuatu yang baru atau asli. Ini melibatkan keterampilan fleksibilitas, orisinalitas, kefasihan, elaborasi, brainstorming, modifikasi, citra, pemikiran asosiatif, atribut daftar, berpikir metaforis, membuat hubungan.
3.      Berpikir kreatif
Tujuan dari berpikir kreatif adalah merangsang rasa ingin tahu dan menampakkan perbedaan. Inti dari berpikir praktis, sebagaimana dikemukakan Edward De Bono adalah bagaimana pikiran itu bekerja, bukan bagaimana seorang filosof berpikir bahwa sesuatu itu dapat bekerja.

Berpikir kritis merupakan bagian dari kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kemampuan berpikir dasar yang tidak dapat dipisahkan dan harus dikuasai oleh siswa. Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir yang menghubungkan antara variabel-variabel dengan mengembangkan penalaran logis, memahami asumsi-asumsi dan bias-bias yang mendasari asumsi utamanya. Dengan berpikir kritis akan menghindari pemikiran tidak logis serta kesalahan pada pengajuan alasan, karena dalam berpikir kritis tidak hanya dilakukan dengan mengingat dan menghafal konsep tetapi melibatkan seluruh kemampuan berpikir yang dimiliki, serta melalui berpikir kritis akan meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar. Dan hal ini sesuai dengan tujuan pengajaran matematika di SMA yaitu: "Melatih siswa supaya memiliki pandangan yang lebih luas serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika, sikap kritis, logis, objektif, terbuka, kreatif, serta inovatif.
Salah satu model pembelajaran yang dilandasi oleh konstruksivisme dalam upaya meningkatkan proses kemampuan berpikir siswa yang dapat mengedepankan bagaimana seharusnya siswa berpikir, dan bagaimana berpikir terbaik untuk dapat memecahkan permasalahan matematika, sehingga menjadikan siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajar adalah pembelajaran dengan pendekatan keterampilan metakognitif. Dalam pendekatan keterampilan metakognitif peranan guru sesuai dengan pandangan reflektif, yaitu hanya sebagai pembimbing, dinamisator, motivator, dan fasilitator.
Metakognisi merupakan suatu aspek berpikir kritis yang mencakup kemampuan siswa untuk: (1) Mengembangkan suatu strategi sistematik selama melakukan pemecahan masalah, dan (2) Merefleksikan pada evaluasi dan mengevaluasi keproduktivitasan proses berpikir diri mereka sendiri.[1] Keterampilan metakognisi merupakan keterampilan kompleks. Menurut Sharpies & Mathews, keterampilan metakognisi dibutuhkan siswa untuk menguasai suatu jangkauan keterampilan intelektual khusus, kemudian mengumpulkan dan mengumpulkan kembali keterampilan-keterampilan ini ke dalam strategi belajar yang tepat untuk satu masalah khusus atau isu-isu dalam konteks yang berbeda[2]
Metakognisi adalah istilah yang dibuat oleh Flavel pada 1976. Berawal dari keterbatasan sebagai kajian Psikologi kognisi, semenjak tahun 1970-an metakognisi menarik perhatian para ilmuwan dari bidang-bidang yang lain untuk juga mengkajinya. Kini, di samping masih menjadi bagian bidang psikologi kognisi, metakognisi telah menjadi kajian bidang-bidang bahasa, matematika dan pendidikan. Perkembangan itu tampaknya didukung oleh suatu keyakinan bahwa metakognisi sebagai bagian dari kognisi berpeluang mengalami perubahan pada segi-segi kapasitas, srategi dan bentuk pengetahuannya (Flavel dan Miller).[3]
Menurut Suherman, dkk., metakognitif adalah suatu kata yang berkaitan dengan apa yang diketahui tentang dirinya sebagai individu yang belajar dan bagaimana dia mengontrol serta menyesuaikan prilakunya.[4] Seseorang perlu menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Metakognitif adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal. Dengan kemampuan seperti ini seseorang dimungkinkan memiliki kemampuan tinggi dalam memecahkan masalah, sebab dalam setiap langkah yang dia kerjakan senantiasa muncul pertanyaan: “Apa yang saya kerjakan ?”; “Mengapa saya mengerjakan ini?”;Hal apa yang membantu saya untuk menyelesaikan masalah ini?”.
Keterampilan metakognisi mampu memberdayakan siswa menjadi jujur, berani mengakui kesalahan, dan dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Siswa yang terampil metakognisi cenderung lebih kompoten dibandingkan dengan siswa yang kurang terampil metakognisi. Oleh karena itu, keterampilan metakognisi perlu diberdayakan dalam diri seseorang atau siswa agar mereka dapat meningkatkan hasil-hasil belajarnya secara optimal.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh penulis di SMAN 13 Kabupaten Tangerang pada bulan Januari Tahun 2016 tentang upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan pendekatan keterampilan metakognitif pada materi barisan dan deret diperoleh hasil:
  1. Perilaku keterampilan berpikir kritis 98,56% 
  2. Perilaku yang tidak Relevan dengan kegiatan belajar atau bukan Keterampilan Berpikir Kritis 1,14%
  3. Rata-rata hasil belajar yang diperoleh 8,11 dengan persentase ketuntasan belajar 83,33%
Perilaku keterampilan berpikir kritis 98,56% dengan rincian:
  1. mengeksplorasi materi belajar (membaca, mendengarkan penjelasan) 69,01%
  2.  mengatur strategi dan taktik belajar (berinteraksi dengan kelompok kecil) 19,46%
  3. memberikan penjelasan dasar dan penjelasan lajut 6,49%
  4.  memperkirakan dan menggabungkan pendapat 1,62%
  5.  menentukan dasar pengambilan keputusan atau menarik kesimpulan 1,98%

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XII.IPS SMA Negeri 13 Kabupaten Tangerang, khususnya pada mata pelajaran matematika. Selama penelitian, peneliti mengumpulkan data berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan keterampilan metakognitif, observasi kemampuan berpikir kritis siswa, hasil tes siswa, catatan lapangan, dan wawancara. Terdapat beberapa hal yang peneliti temukan pada saat pelaksanaan tindakan, antara lain:

  1. Penerapan pendekatan keterampilan metakognitif dapat merangsang kemampuan berpikir kritis siswa.
  2. Pendekatan keterampilan metakognitif dapat berjalan efektif apabila dilaksanakan minimal 2 jam pelajaran, karena pada pembelajaran seperti ini kegiatan siswa bukan hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi juga berdiskusi menyelesaikan masalah yang disajikan.
  3. Pendekatan keterampilan metakognitif dapat memudahkan siswa memahami materi pelajaran, karena siswa bukan hanya diajak mendengarkan, tetapi juga diajak untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang relevan dengan materi pelajaran dan yang terpenting siswa dilatih untuk dapat belajar dan berpikir dengan lebih baik.
  4. Kegiatan diskusi dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan kerjasama siswa, sehingga hasil diskusi bisa lebih beragam, karena bukan hanya berasal dari satu pikiran siswa.
  5. Hampir semua siswa memiliki kemampuan berpikir kritis yang sama, namun terdapat beberapa siswa yang memang terlihat lebih unggul dibandingkan siswa lainnya.



[1] Jacob, C. 2003, Konstruktivisme dan Metakognitif, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, tidak diterbitkan, h. 17
[2] Jacob, C. 2000, Mengajar Berpikir Kritis: Suatu Upaya Meningkatkan Efektivitas Velajar Matematika, Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia, 5 (6), h. 597.
[3] Indah Nurmahanani, 2015, Penerapan Strategi Metakognisi dan berpikir Kritis dalam Menulis Argumentasi Pada Mahasiswa PGSD UPI Kampus Purwakarta, Jurnal UPI, Vol. 10, No. 1, Juli 2015
[4] Suherman dkk., 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika UPI, h. 95